Wednesday, May 10, 2006

Anak VS komputer

BalitaCerdas Dot Com Berita / Perkembangan Anak
Komputer Bagi Anak
Oleh hari
Selasa, 07-Juni-2005, 12:29:16

Selain memiliki manfaat, komputer juga menyimpan mudhorot. Keterlibatan orangtua amat diperlukan untuk mencegah anak mengambil manfaat dari kotak ajaib ini.

Ibu Endang merasa beruntung anak-anaknya ‘bersahabat’ dengan komputer sejak dini. Fatih (9), anaknya yang pertama, tak hanya senang bermain games, namun juga lancar mengoperasikan berbagai program olah kata dan angka. Sementara adiknya, Nadia (4) yang baru belajar mengenal komputer, sudah asyik menjajal program pendidikan dalam mengenal warna dan bentuk saja. Fatih kini pintar matematika lantaran sering berlatih dengan bantuan komputer. Sementara Nadia punya banyak kosakata bahasa Inggris juga lantaran sering bermain komputer.

Tetapi, Ibu Rahmi justru merasa punya masalah dengan 'keakraban' anaknya dengan komputer. Menurutnya, Rizki (7 tahun) kini lebih sukai ‘bermain’ dengan komputernya daripada dengan teman-temannya. Rizki bisa menghabiskan waktu berjam-jam hanya untuk bermain games. Ia juga malas bila diajak menulis atau menggambar. Tak heran, tugas menggambar di sekolah tidak pernah dikerjakannya sampai tuntas. Tetapi, untuk menggambar di komputer ia sangat pandai. Maklum, dengan satu dua klik-an saja, ia sudah dapat menggambar dan mewarnai dengan sempurna.
Pernah punya pengalaman senada?

Positif-Negatif
Nina Armando, Staf Pengajar Jurusan Komunikasi FISIP UI, mengatakan bahwa kemunculan teknologi komputer sendiri sesungguhnya bersifat netral. Pengaruh positif atau negatif yang bisa muncul dari alat ini tentu saja lebih banyak tergantung dari pemanfaatannya. Bila anak-anak dibiarkan menggunakan komputer secara sembarangan, pengaruhnya bisa jadi negatif. Sebaliknya, komputer akan memberikan pengaruh positif bila digunakan dengan bijaksana, yaitu membantu pengembangan intelektual dan motorik anak.

Senada dengan Nina, Muhammad Rizal, Psi, Psikolog di Lembaga Psikologi Terapan UI, mengatakan banyak manfaat dapat diambil dari penggunaan komputer, namun tak sedikit pula mudhorot yang bisa ditimbulkannya.

Diantara manfaat yang dapat diperoleh adalah penggunaan perangkat lunak pendidikan seperti program-program pengetahuan dasar membaca, berhitung, sejarah, geografi, dan sebagainya. Tambahan pula, kini perangkat pendidikan ini kini juga diramu dengan unsur hiburan (entertainment) yang sesuai dengan materi, sehingga anak semakin suka.

Manfaat lain bisa diperoleh anak lewat program aplikasi berbentuk games yang umumnya dirancang untuk tujuan permainan dan tidak secara khusus diberi muatan pendidikan tertentu. Beberapa aplikasi games dapat berupa petualangan, pengaturan strategi, simulasi, dan bermain peran (role-play).

Dalam kaitan ini, komputer dalam proses belajar, akan melahirkan suasana yang menyenangkan bagi anak. Gambar-gambar dan suara yang muncul juga membuat anak tidak cepat bosan, sehingga dapat merangsang anak mengetahui lebih jauh lagi. Sisi baiknya, anak dapat menjadi lebih tekun dan terpicu untuk belajar berkonsentrasi.

Namun, sisi mudhorot penggunaan komputer tak juga bisa diabaikan. Salah satunya adalah dari kemungkinan anak, kemungkinan besar tanpa sepengetahuan orangtua, ‘mengkonsumsi’ games yang menonjolkan unsur-unsur seperti kekerasan dan agresivitas. Banyak pakar pendidikan mensinyalir bahwa games beraroma kekerasan dan agresi ini adalah pemicu munculnya perilaku-perilaku agresif dan sadistis pada diri anak.

Akses negatif lewat internet
Pengaruh negatif lain, disepakati Nina dan Rizal adalah terbukanya akses negatif anak dari penggunaan internet. Mampu mengakses internet sesungguhnya merupakan suatu awal yang baik bagi pengembangan wawasan anak. Sayangnya, anak juga terancam dengan banyaknya informasi buruk yang membanjiri internet.

Melalui internetlah berbagai materi bermuatan seks, kekerasan, dan lain-lain dijajakan secara terbuka dan tanpa penghalang. Nina mengungkapkan sebuah studi yang menunjukkan bahwa satu dari 12 anak di Canada sering menerima pesan yang berisi muatan seks, tawaran seks, saat tengah berselancar di internet.

Meski demikian, baik Nina maupun Rizal sepakat bahwa mengajarkan internet bagi anak, di zaman sekarang merupakan hal penting. Hanya saja, demi mencegah dampak negatifnya, ada beberapa hal yang harus dilakukan orangtua.

Pertama, orangtualah yang seharusnya mengenalkan internet pada anak, bukan orang lain. Mengenalkan internet berarti pula mengenalkan manfaatnya dan tujuan penggunaan internet. Karena itu, ujar Nina, orangtua terlebih dahulu harus ‘melek’ media dan tidak gatek.
''Sayangnya, seringkali anaknya sudah terlalu canggih, sementara orangtuanya tidak tahu apa-apa. Tidak tahu bagaimana membuka internet, juga tidak tahu apa-apa soal games yang suka dimainkan anak. Nanti ketika ada akibat buruknya, orangtua baru menyesal,'' sesal Nina.

Kedua, gunakan software yang dirancang khusus untuk melindungi ‘kesehatan’ anak. Misalnya saja program nany chip atau parents lock yang dapat memproteksi anak dengan mengunci segala akses yang berbau seks dan kekerasan.

Ketiga, letakkan komputer di ruang publik rumah, seperti perpustakaan, ruang keluarga, dan bukan di dalam kamar anak. Meletakkan komputer di dalam kamar anak, menurut Nina akan mempersulit orangtua dalam hal pengawasan. Anak bisa leluasa mengakses situs porno atau menggunakan games yang berbau kekerasaan dan sadistis di dalam kamar terkunci. Bila komputer berada di ruang keluarga, keleluasaannya untuk melanggar aturan pun akan terbatas karena ada anggota keluarga yang lalu lalang.

Cegah kecanduan
Pengaruh negatif lain bagi anak, menurut Rizal, adalah kecendrungan munculnya ‘kecanduan’ anak pada komputer. Kecanduan bermain komputer ditengarai memicu anak menjadi malas menulis, menggambar atau pun melakukan aktivitas sosial.

Kecanduan bermain komputer bisa terjadi terutama karena sejak awal orangtua tidak membuat aturan bermain komputer. Seharusnya, menurut Rizal, orangtua perlu membuat kesepakatan dengan anak soal waktu bermain komputer. Misalnya, anak boleh bermain komputer sepulang sekolah setelah selesai mengerjakan PR hanya selama satu jam. Waktu yang lebih longgar dapat diberikan pada hari libur.
Pengaturan waktu ini perlu dilakukan agar anak tidak berpikir bahwa bermain komputer adalah satu-satunya kegiatan yang menarik bagi anak. Pengaturan ini perlu diperhatikan secara ketat oleh orangtua, setidaknya sampai anak berusia 12 tahun. Pada usia yang lebih besar, diharapkan anak sudah dapat lebih mampu mengatur waktu dengan baik.

Peran penting orangtua
Menimbang untung ruginya mengenalkan komputer pada anak, pada akhirnya memang amat tergantung pada kesiapan orangtua dalam mengenalkan dan mengawasi anak saat bermain komputer. Karenanya, kepada semua orangtua, Rizal kembali mengingatkan peran penting mereka dalam pemanfaatan komputer bagi anak.

Pertama, berikan kesempatan pada anak untuk belajar dan berinteraksi dengan komputer sejak dini. Apalagi mengingat penggunaan komputer adalah sesuatu yang tidak bisa dihindari pada saat ini dan masa yang akan datang.

Kedua, perhatikan bahwa komputer juga punya efek-efek tertentu, termasuk pada fisik seseorang. Karena perhatikan juga amsalah tata ruang dan pencahayaan. Cahaya yang terlalu terang dan jarak pandangan terlalu dekat dapat mengganggu indera penglihatan anak.

Ketiga, pilihlah perangkat lunak tertentu yang memang ditujukan untuk anak-anak. Sekalipun yang dipilih merupakan program edutainment ataupun games, sesuaikan selalu dengan usia dan kemampuan anak.

Keempat, perhatikan keamanan anak saat bermain komputer dari bahaya listrik. Jangan sampai terjadi konsleting atau kemungkinan kesetrum terkena bagian tertentu dari badan Central Processing Unit (CPU) komputer.

Kelima, carikan anak meja atau kursi yang ergonomis (sesuai dengan bentuk dan ukuran tubuh anak), yang nyaman bagi anak sehingga anak dapat memakainya dengan mudah. Jangan sampai mousenya terlalu tinggi, atau kepala harus mendongak yang dapat menyebabkan kelelahan. Alat kerja yang tidak ergonomis juga tidak baik bagi anatomi anak untuk jangka panjang.

Keenam, bermain komputer bukan satu-satunya kegiatan bagi anak. Jangan sampai anak kehilangan kegiatan yang bersifat sosial bersama teman-teman karena terlalu asik bermain komputer.

BalitaCerdas Dot Com : http://info.balitacerdas.com
Online article: http://info.balitacerdas.com/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&artid=33

MySpace Layouts

MySpace Layouts

AWAS, MALPRAKTIK PSIKOTES!

maaf yaa... bukannya bermaksud promosi psikolog, tapi info nakita ini benar adanya. mohon disimak

AWAS, MALPRAKTIK PSIKOTES!

Psikotes harus dilakukan oleh orang yang paham betul tentang masalah psikologi.
Belakangan disinyalir ada oknum yang bukan berlatar belakang pendidikan psikologi menawarkan jasa mengadakan tes ke sejumlah sekolah, terutama TK. Ada yang hanya mengetes coretan anak dan dalam waktu sekejap, sekitar 5 menit, sudah dapat menginterpretasikan sifat, perilaku, tingkat emosi, maupun tingkat kecerdasan anak. Bahkan di salah satu TK di Jakarta, ada pula yang melakukan tes kecerdasan hanya dengan bertitik tolak pada kemampuan anak menebalkan titik-titik menjadi bentuk tertentu. Berdasarkan tes tersebut konon dapat diketahui seberapa tinggi tingkat kecerdasannya.Sungguh kejadian-kejadian semacam itu merupakan sesuatu yang sulit dipercaya, bahkan bisa dikategorikan malpraktik! Bayangkan, tes yang sedemikian sederhana dan dilakukan oleh orang yang tidak berkompeten namun mampu mengorek berbagai kondisi dan kemampuan anak yang sangat kompleks! Bila tes tersebut hanya digunakan untuk mengetahui perkembangan motorik halus dan koordinasi visual-motorik anak, boleh jadi memang bisa mewakili.


HANYA YANG BERKOMPETEN
Lalu siapa sih yang sebenarnya berkompeten melakukan psikotes? Yang berkompeten melakukannya adalah para psikolog, yaitu sarjana psikologi (S1) yang sudah mengikuti pendidikan lanjutan di program Magister Profesi Psikolog selama dua tahun. Jadi, lama pendidikan untuk menjadi seorang psikolog adalah 6 tahun. Selama dua tahun terakhir para calon psikolog mendapat pendidikan khusus untuk mengasah kemampuan mereka menjadi seorang psikolog. Mereka dididik untuk memperdalam pengetahuan serta keterampilan (skill) dalam menangani kasus-kasus sesuai dengan bidang kemagisteran yang ditempuh. Mereka pun memperdalam berbagai teori yang sesuai dengan bidang kekhususan yang ditempuh.Untuk Magister Profesi ada 4 bidang kekhususan, yakni Klinis Anak, Klinis Dewasa, Industri dan Organisasi, serta Psikologi Pendidikan.

BUTUH PENGALAMAN PSIKOTES
Tentu saja tes psikologi harus dilakukan oleh ahli yang berkompeten. Tes psikologi (tes kecerdasan, tes projeksi) dirancang oleh para ahli (penemunya) berdasarkan penelitian yang dilakukan selama bertahun-tahun dan teruji keabsahannya. Alat ukurnya bisa berupa tes untuk mengetahui tingkat kecerdasan, gambaran kepribadian seseorang, atau tes khusus untuk mengidentifikasi adanya gangguan-gangguan tertentu.Untuk dapat menggunakan dan menginterpretasikan hasil tes psikologis, dibutuhkan pengalaman dan penguasaan yang sangat baik mengenai tes tersebut. Hal ini tidak dicapai dalam waktu sekejap. Mereka dilatih selama dua tahun untuk mempelajari dan menerapkannya pada kasus-kasus yang mereka tangani. Sebagai contoh, seorang calon psikolog anak mendapat pembekalan dari kuliah-kuliah mengenai berbagai tes kecerdasan yang berlaku, kapan tes A digunakan dan kapan tidak. Bagaimana menggunakan (mengadministrasikan) alat tes dengan baik dan benar, bagaimana melakukan penyekoran, dan yang paling penting adalah bagaimana menginterpretasikan hasil tes.Interpretasi ini tidak semata-mata dengan melihat skor (nilai) secara kuantitatif, tapi harus pula meninjau apa arti dari nilai-nilai tersebut secara kualitatif. Hal ini diperoleh melalui pengamatan yang cermat selama pengambilan tes. Caranya? Diamati bagaimana cara kerja anak, perhatiannya selama bekerja, mengapa seorang anak gagal dalam mengerjakan soal tertentu. Apakah karena dia sedang marah sehingga tidak mau bekerja sama, karena gugup, atau karena memang tidak tahu. Nah, para psikolog harus menguasai teori yang ada di balik tes tersebut dan hal ini dilatihkan melalui pendidikan dengan cara menangani kasus-kasus hidup (life cases) di bawah bimbingan para supervisi yang sudah berpengalaman.Pengetes pun harus memahami betul tes apa yang seharusnya digunakan sesuai kebutuhan. Untuk mengetahui kepribadian dan kemampuan anak, misalnya, tesnya bisa terdiri atas wawancara dengan orangtua, guru, anak dan orang­orang yang berperan dalam kehidupan anak, observasi, tes kecerdasan, tes khusus, dan tes kepribadian. Tetapi adakalanya tes kecerdasan dan tes khusus tidak dibutuhkan jika bukan ke sana fokusnya. Dengan memahami apa yang dibutuhkan, tes ini dapat menjawab dengan baik apa sebenarnya yang menjadi minat dan bakat anak, tingkat kecerdasan anak, bagaimana mengatasi hambatan belajar, kesulitan bergaul, dan sebagainya.

BUKAN PSIKOLOG TIDAK DIBENARKAN
Psikotes terutama tes kecerdasan dan tes kepribadian serta tes-tes khusus lainnya, hanya bisa dilakukan oleh para psikolog yang sudah terlatih dan memiliki izin praktik dari Himpunan Psikologi Indonesia. Ada tes inventory yang kadang kala bisa dilaksanakan oleh nonpsikolog, namun tetap saja penggunanya harus mendapat pelatihan khusus. Mereka ini tidak bisa secara sembarangan menggunakan alat tersebut karena landasan teori yang melatarbelakangi tes harus dikuasai dengan baik. Sedangkan sarjana psikologi, karena sudah mendapat pelajaran tentang administrasi tes, bisa menjadi asisten di bawah pengawasan seorang psikolog.Ironisnya, pada praktiknya masih saja ada biro konsultasi psikologi atau yang mengaku sebagai "biro konsultasi" yang melakukan psikotes bukan oleh psikolog qualified. Bila demikian dikhawatirkan terjadi kesalahan dalam administrasi dan interpretasi tes.

KEKELIRUAN YANG TERJADI
Ada banyak kekeliruan seputar psikotes yang sering terjadi dan luput dari perhatian kita. Berikut beberapa di antaranya:
* Guru BP menjalankan tes psikologis
Hampir setiap sekolah biasanya memiliki guru BP. Memang, guru BP tidak harus mempunyai latar belakang pendidikan dari Fakultas Psikologi. Boleh saja mereka tamatan dari Fakultas Ilmu Keguruan & Pendidikan jurusan Bimbingan dan Konseling. Selama tes yang mereka lakukan hanya berkaitan dengan pendidikan, sah-sah saja. Namun guru BP tidak berkompeten menjalankan tes psikologis. Ada baiknya psikotes dilakukan oleh psikolog luar bila sekolah tidak memiliki psikolog sendiri.
* Dilakukan berulang kali
Psikotes yang dilakukan sebagai prasyarat memasuki sekolah biasanya terdiri atas tes kecerdasan dan tes kepribadian. Tes ini sebaiknya tidak dilakukan sembarangan dan diulang-ulang. Tes baru dilakukan berulang kali bila anak tersebut diidentifikasi memiliki masalah sehingga perlu dipantau perkembangannya. Tes ini paling cepat dilakukan 6 atau 12 bulan setelah diberikan suatu intervensi.
* Dilakukan secara massal
Masih ada sekolah yang melakukan psikotes secara massal. Padahal psikotes di TK dan di SD (kelas 1­3) tidak dibenarkan untuk dilakukan secara massal. Hendaknya guru atau orangtua mempertanyakan pelaksanaan tes bila dilakukan secara massal bagi kelompok usia ini. Mengapa? Karena rentang perhatian mereka masih terbatas. Pemahaman mereka akan perintah pun masih terbatas, sehingga sulit dilakukan pengamatan bagaimana anak mengerjakan tes tersebut. Akibatnya, hasil yang diperoleh tidak mencerminkan keadaan sesungguhnya. Tes massal yang dilakukan pada anak yang lebih besar pun perlu dilakukan secara hati-hati karena bisa saja anak gugup saat mengerjakan tes atau sedang tidak sehat sehingga hasil yang dicapai lebih rendah daripada kemampuan sesungguhnya. Kesempatan "menyontek" pekerjaan orang lain pun harus dijaga agar tidak timbul hal-hal yang tidak diinginkan
* Diberitahukan hasilnya
Ada kasus psikotes, yaitu memberitahukan hasil yang dicapai. Ini adalah tindakan yang keliru. Bila anak tahu hasilnya rendah, ia mungkin akan merasa rendah diri. Apalagi bila hasilnya dibagikan kepada anak-anak yang belum mengerti makna hasil tes. Sebaliknya, kalau hasilnya tinggi bisa saja muncul arogansi pada anak. Bukan tidak mungkin ia merasa dirinya sangat cerdas dan kemudian tidak mau belajar. Jadi, psikotes pada anak-anak sebaiknya tidak diberitahukan hasilnya.
Irfan Hasuki. Foto: Ferdi/nakita
***
sekedar tambahan, sepanjang yang saya pelajari, hasil psikotest anak bukan tidak boleh diberitahukan sama sekali, tapi tidak boleh diberitahukan pada anak. apalagi dengan angka-angkanya. hasil test boleh diberitahukan kepada ortu/guru, dengan catatan disertai keterangan deskriptif yang dapat dimengerti. plus penjelasan bahwa tes ini confidential, tidak perlu mengatakannya pada anak. Kalau perlu ortu tidak diberi angka nominal IQ yang dicapai anak, cukup penjelasan dan bagaimana meng-encourage anak supaya berkembang dengan baik. lagian, dah jaman begini maju, dah ditemukan Multiple intelligence, masih kekeh juga mau berkiblat pada IQ?
baidewei, kalau perlu psikolog untuk assessment anak, saya ada di sini lho..he..he..promosi juga akhirnya....(yn)

MySpace Layouts

MySpace Layouts

Kenapa anak harus bermain??


Topik ini udah agak lama sebetulnya, tapi Insya Alloh belum basi. soalnya dimana-mana masih sering jadi pembicaraan.. yang jelas kita gak boleh berhenti meyakinkan ortu n guru, tentang pentingnya bermain!!

"Pengaruh Permainan pada Perkembangan Anak"

Bermain merupakan kegiatan yang dilakukan seseorang untuk memperoleh kesenangan, tanpa mempertimbangkan hasil akhir. Ada orang tua yang berpendapat bahwa anak yang terlalu banyak bermain akan membuat anak menjadi malas bekerja dan bodoh. Pendapat ini kurang begitu tepat dan bijaksana, karena beberapa ahli psikologi mengatakan bahwa permainan sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan jiwa anak.
Faktor-faktor yang mempengaruhi permainan anak :
1. Kesehatan
Anak-anak yang sehat mempunyai banyak energi untuk bermain dibandingkan dengan anak-anak yang kurang sehat, sehingga anak-anak yang sehat menghabiskan banyak waktu untuk bermain yang membutuhkan banyak energi.
2. Intelligensi
Anak-anak yang cerdas lebih aktif dibandingkan dengan anak-anak yang kurang cerdas. Anak-anak yang cerdas lebih menyenangi permainan-permainan yang bersifat intelektual atau permainan yang banyak merangsang daya berpikir mereka, misalnya permainan drama, menonton film, atau membaca bacaan-bacaan yang bersifat intelektual.
3. Jenis kelamin
Anak perempuan lebih sedikit melakukan permainan yang menghabiskan banyak energi, misalnya memanjat, berlari-lari, atau kegiatan fisik yang lain. Perbedaan ini bukan berarti bahwa anak perempuan kurang sehat dibanding anak laki-laki, melainkan pandangan masyarakat bahwa anak perempuan sebaiknya menjadi anak yang lembut dan bertingkah laku yang halus.
4. Lingkungan
Anak yang dibesarkan di lingkungan yang kurang menyediakan peralatan, waktu, dan ruang bermain bagi anak, akan menimbulkan aktivitas bermain anak berkurang.
5. Status sosial ekonomi
Anak yang dibesarkan di lingkungan keluarga yang status sosial ekonominya tinggi, lebih banyak tersedia alat-alat permainan yang lengkap dibandingkan dengan anak-anak yang dibesarkan di keluarga yang status ekonominya rendah.

Pengaruh bermain bagi perkembangan anak :
Bermain mempengaruhi perkembangan fisik anak
Bermain dapat digunakan sebagai terapi
Bermain dapat mempengaruhi dan menambah pengetahuan anak
Bermain mempengaruhi perkembangan kreativitas anak
Bermain dapat mengembangkan tingkah laku sosial anak
Bermain dapat mempengaruhi nilai moral anak

Macam-macam permainan dan manfaatnya bagi perkembangan jiwa anak
A. Permainan Aktif
1. Bermain bebas dan spontan
Dalam permainan ini anak dapat melakukan segala hal yang diinginkannya, tidak ada aturan-aturan dalam permainan tersebut. Anak akan terus bermain dengan permainan tersebut selama permainan tersebut menimbulkan kesenangan dan anak akan berhenti apabila permainan tersebut sudah tidak menyenangkannya. Dalam permainan ini anak melakukan eksperimen atau menyelidiki, mencoba, dan mengenal hal-hal baru.
2. Sandiwara
Dalam permainan ini, anak memerankan suatu peranan, menirukan karakter yang dikagumi dalam kehidupan yang nyata, atau dalam mass media.
3. Bermain musik
Bermain musik dapat mendorong anak untuk mengembangkan tingkah laku sosialnya, yaitu dengan bekerja sama dengan teman-teman sebayanya dalam memproduksi musik, menyanyi, atau memainkan alat musik.
4. Mengumpulkan atau mengoleksi sesuatu
Kegiatan ini sering menimbulkan rasa bangga, karena anak mempunyai koleksi lebih banyak daripada teman-temannya. Di samping itu, mengumpulkan benda-benda dapat mempengaruhi penyesuaian pribadi dan sosial anak. Anak terdorong untuk bersikap jujur, bekerja sama, dan bersaing.
5. Permainan olah raga
Dalam permainan olah raga, anak banyak menggunakan energi fisiknya, sehingga sangat membantu perkembangan fisiknya. Di samping itu, kegiatan ini mendorong sosialisasi anak dengan belajar bergaul, bekerja sama, memainkan peran pemimpin, serta menilai diri dan kemampuannya secara realistik dan sportif.

B. Permainan Pasif
1. Membaca
Membaca merupakan kegiatan yang sehat. Membaca akan memperluas wawasan dan pengetahuan anak, sehingga anakpun akan berkembang kreativitas dan kecerdasannya.
2. Mendengarkan radio
Mendengarkan radio dapat mempengaruhi anak baik secara positif maupun negatif. Pengaruh positifnya adalah anak akan bertambah pengetahuannya, sedangkan pengaruh negatifnya yaitu apabila anak meniru hal-hal yang disiarkan di radio seperti kekerasan, kriminalitas, atau hal-hal negatif lainnya.
3. Menonton televisi
Pengaruh televisi sama seperti mendengarkan radio, baik pengaruh positif maupun negatifnya.

MySpace Layouts

MySpace Layouts

Anak anda Clumsy??

awalnya, saya kira anak Clumsy itu anak yang careless, jorok, gak bisa rapih sejak kecil, dsb. kalo gak bisa rapih kan memang sudah dari sononya? namanya juga anak-anak.
tapi ternyata clumsy adalah salah satu motoric disorder pada anak-anak. gak ada salahnya kita simak gejalanya. agar kalau kita menemui hal semacam ini, kita bisa memberi perlakuan yang tepat dan adil...........

Mengenal Anak Clumsy
Clumsy merupakan gangguan motorik khas. "Gejala"nya mudah dikenali karena berkaitan dengan perkembangan motorik halus. Untuk itu, orang tua harus tahu perkembangan normalnya. Tapi, bisakah clumsy disembuhkan? Sering kita lihat seorang anak begitu keras menekankan pensil saat menulis, sehingga pensilnya patah atau kertasnya malah sobek. Atau seorang anak yang tak mampu menangkap bola dengan baik, sering menjatuhkan benda yang dipegangnya, dan sebagainya. Biasanya orang tua akan memarahi si anak, karena dianggapnya ia sembrono, tak hati-hati. Padahal, terang psikiater anak, Dr. Dwidjo Saputro, SpKJ., si anak sebenarnya mengalami gangguan motorik khas atau disebut clumsy. "Jadi, koordinasi motorik, khususnya motorik halus, tak berkembang dengan baik. Hal ini berkaitan dengan kematangan fungsi otak," jelas pendiri dan pimpinan Klinik Perkembangan Anak dan Kesulitan Belajar Jakarta ini.


Perkembangan Motorik
Kemampuan motorik halus, tutur Dwidjo, diharapkan sudah muncul pada usia sekitar 3 tahun. Sejak bayi, orang tua bisa memantau perkembangan motorik halus tersebut. Misalnya, telapak tangan si kecil terbuka saat umur 3 bulan. Sebulan kemudian ia sudah bisa menyatukan kedua tangannya, lalu di usia 5 bulan bisa memindahkan benda antara kedua tangan dan melemparkan benda pada umur 9 bulan. Selanjutnya di usia 11 bulan sudah menjumput dengan dua jari (pincer grasp) dan genap setahun sudah bisa menggunakan sendok. Kemudian di usia 2 tahun bisa membuka baju sendiri, usia 3 tahun membuka kancing baju, usia 5 tahun memasang tali sepatu, dan sebagainya.
"Itu semua merupakan fungsi-fungsi kehidupan sosial sehari-hari yang diharapkan lingkungan dari seorang anak." Adapun kemunculan kemampuan ini melalui perkembangan sensoris dan motorik. "Perkembangan ini berlangsung pesat sejak bayi sampai usia 3,5 tahun, yang disebut fase sensorimotor. Fase ini merupakan dasar perkembangan kemampuan kognitif atau berpikir anak." Nah, melalui perkembangan sensoris dan motorik yang pesat ini, anak akan mengolah semua rangsang yang ia terima. Misalnya, meraba, menarik, menggenggam, mendorong, melangkah, dan sebagainya. "Dari situlah kemampuan motorik anak mulai timbul." Jadi, melalui pengolahan sensoris motorik ini anak mulai berpikir. Misalnya, mengenal konsep jarak. Anak memahaminya melalui gerakan, yaitu dengan melangkah, "Oh, ini jauh, ini dekat."
Contoh lain, melalui gerakan meraba, anak belajar tentang halus-kasar, licin-kesat, dan sebagainya. "Dengan demikian pemahamannya bukan murni pikiran tapi juga melalui pengalaman bergerak. Anak berpikir secara motorik." Semua itu, lanjut Dwidjo, merupakan informasi yang sangat kaya untuk pengembangan kognitif anak. Sehingga, bila perkembangan motoriknya terhambat, otomatis akan juga menghambat perkembangan kognitif dan perkembangan lainnya seperti sosialisasi, kemampuan untuk menyesuaikan dan melakukan tugas sehari-hari. Bahkan, pada akhirnya juga menghambat perkembangan akademik si anak.
Hal inilah yang tak banyak dipahami oleh orang tua maupun kalangan pendidik, ujar Dwidjo, "Mereka kurang memberi perhatian." Yang justru lebih banyak diperhatikan adalah bentuk gangguan sensoris motorik dalam bentuk kecacatan atau ketidakmampuan yang berat seperti cerebral palsy. "Umumnya orang lebih tertarik mengamati akibatnya, oh, anaknya enggak bisa menulis, enggak mau sekolah. Jadi hanya dilihat dari hasil akademiknya tanpa menyadari apa yang dihadapi oleh anak."

Latihan Untuk Si Clumsy
Jika anak Anda usia 4 tahun, cobalah minta ia mempertemukan ibu jari dengan jari kelingkingnya. Bila ia tak dapat melakukannya, sebaiknya Anda berhati-hati. Atau bila di usia tersebut ia belum bisa memasang tali sepatu atau memegang sendok. Karena, hal ini berarti koordinasinya tidak bagus. "Bisa jadi ia mengalami clumsy," ujar Dwidjo. Langkah terbaik segera berkonsultasi ke dokter ahli syaraf/neurologi anak. Untuk mengenali apakah si kecil termasuk clumsy, orang tua harus tahu tentang perkembangan normal motorik halus. Memang setiap anak berbeda dalam berbagai aspek perkembangannya. Selain dipengaruhi faktor potensi dan kapasitas inteleknya, juga dipengaruhi pola perkembangan perorangan dan keturunan. Yang penting, jangan menganggap enteng setiap kelambatan perkembangan yang dicapainya.
Banyak hal yang bisa dilakukan untuk melatih motorik halus. Misalnya, latihan menjumput, meronce, atau membuat bentuk dari lilin. Dwidjo juga menyarankan orang tua untuk tak menghambat anak yang suka mencorat-coret dinding. "Dengan mencoret-coret, anak melatih kemampuan motorik halusnya. Ini akan menghindari tingkatan clumsy," ujarnya. Bila ada anak yang tak suka menulis di buku, "Mungkin saja ia memang clumsy." Sediakan kertas yang lebar atau tempelkan lembaran kertas di tembok. Bila perlu, buatlah kotak-kotak besar pada kertas yang ditempel di tembok. Setelah itu, ajari anak untuk menulis di dalam kotak. Besoknya, kotaknya diperkecil dan anak diminta mencoret di kotak terkecil. "Tanpa disadari, anak akan mulai mengatur gerakan motorik, sehingga perkembangan motoriknya akan mulai lebih bagus."
Latihan lainnya ialah dengan meminta anak mengepalkan dan membuka telapak tangannya secara bergantian dalam waktu bersamaan. Misalnya, tangan kanan mengepal bersamaan dengan tangan kiri membuka, lalu tangan kiri mengepal bersamaan dengan tangan kanan membuka, dan seterusnya.

Sumber :
www.tabloid-nakita.com

MySpace Layouts

MySpace Layouts