Friday, January 10, 2014

down syndrome

Tanya:
Mbak, kakak saya baru saja memiliki anak down sindrom, usianya sekarang 4 bulan. Pertanyaan saya, bagaimana menjelaskan ke kakak si anak, tentang kondisi adiknya (kakaknya sekarang SD kelas 1). Sejauh ini sih kakaknya sayang sama adiknya. Namun ke depan tentunya akan semakin tampak perbedaan si adik dengan anak yang lain. Lalu bagaimana kakak saya menjelaskan tentang hal ini kepada keluarga besar suaminya, karena sepertinya mereka belum bisa menerima sepenuhnya.
Terimakasih, Lee

Jawab
Lee yang baik,
Down syndrome adalah kondisi yang disebabkan oleh kelainan kromosom sejak bayi dalam kandungan. Karenanya anak yang terlahir dengan kondisi down syndrome akan berbeda dengan temannya, sepanjang hidupnya. Meskipun begitu kondisi setiap anak berbeda, sehingga orang dewasa perlu untuk mengupayakan agar anak mencapai kemampun terbaik yang bisa dicapainya. Kesiapan orang dewasa terutama orang tua dan lingkungan terdekatnya sangat penting, karena lingkungan luar seringkali memberikan respon yang kurang tepat dan kurang nyaman bagi anak.

Anak-anak biasanya memiliki toleransi perbedaan yang lebih baik dari orang dewasa. Orang dewasa mungkin akan mengerutkan kening saat melihat bayi Down sindrom, tapi anak-anak tidak. Oleh sebab itu, untuk menjelaskan ke kakak, anda bisa mengajak keponakan anda menonton film atau membaca buku yang didalamnya memuat informasi tentang Down syndrome. Sampaikan bahwa adiknya memiliki perbedaan dengan anak lain, mungkin nanti kemampuan belajar, bicara, bermain, akan lebih lama dari teman-temannya. karena itu adik perlu ditemani dengan lebih banyak rasa sayang, lebih sabar,supaya hatinya senang dan bisa belajar dengan baik. Adik akan sedih kalau diejek atau diolok-olok karena dia berbeda, jadi  kita bisa menjaga perasaannya dengan menerima adik apa adanya.

Menghadapi keluarga besar memang tidak mudah, apalagi komentar yang muncul bisa menyakitkan perasaan. Oleh karenanya kakak anda perlu mengupayakan untuk menerima kondisi buah hatinya dengan ikhlas, sehingga tidak mudah tersinggung dengan apapn yang dikatakan orang lain. Kakak anda bisa menjelaska tentang kondisi si kecl, dan mohon dukungan agar bisa terus bersemangat mendampingi si kecil mencapai kemampuan terbaiknya.

Demikian Lee, semoga bermanfaat. Salam untuk kakak anda sekeluarga.

Dapatkan kompilasi tanya jawab seputar anak yang pernah dimuat di Harian Jogja, dalam Buku “Kenapa anak saya begini, apa yang harus saya lakukan” di ECCD RC, Jl. DI Panjaitan 70 telp.373709

Labels:

MySpace Layouts

MySpace Layouts

Friday, January 03, 2014

Gila gadget

Tanya:
Mbak, bagaimana ya agar anak-anak tidak terus menerus mainan gadget? saya punya 2 anak. Kakaknya kelas 4 SD dan adiknya TK besar. Keduanya keranjingan main game di tablet dan hp. Kalau sudah main tidak bisa dihentikan. Sampai-sampai kalau diajak kemana-mana, bisa jalan sambil memainkan game, tidak mempedulikan sekitar. Begitu juga saat diajak bertamu atau saat di rumah sedang kedatangan tamu dia asyik main. Apakah jika dibiarkan anak saya nantinya bisa anti sosial? Mohon sarannya, terimakasih
Ibu Nea, Jogja

Jawab
Ibu Nea yang baik,
Gadget adalah alat bantu yang digunakan untuk mempermudah komunikasi dan informasi. Sebetulnya berbagai piranti tersebut disiapkan untuk digunakan oleh orang dewasa. Namun seiring dengan kemajuan jaman, anak-anak pun tumbuh bersama dengan berkembangnya beragam peralatan tersebut, dan melihat begitu dekatnya alat tersebut dengan keseharian orang tua mereka. Tidak menutup mata, gadget juga selama ini cukup ampuh digunakan sebagai alat untuk “penenang” anak-anak supaya sibuk sendiri dan tidak mengganggu aktivitas orang dewasa. Nah, kalau ini dibiarkan terus menerus, bukan cuma si anak  yang kemudian menjadi tergantung dengan gadget, tapi orang tua juga tergantung dan merasa dimudahkan untuk menenangkan anaknya.
Ibu Nea,
Menyimak cerita ibu, saat ini penting sekali bagi ibu untuk segera memulai membuat kesepakatan dengan buah hati ibu. Karena seperti yang ibu tanyakan, kalau penggunaan gadget tidak diatur, anak bisa kurang kesempatan untuk bergaul dengan teman sesungguhny, akibatnya keterampilan sosial anak kurang berkembang dan kelak anak bisa mengalami masalah dalam pergaulan.
Kesepakatan tentang penggunaan gadget bisa mencakup kapan, dimana, berapa lama, dan aplikasi apa saja yang boleh dibuka oleh anak. Ibu juga perlu memastikan bahw gadget tersebut aman dari content yang berbahaya jika dibuka oleh anak. Gadget sebaiknya juga disimpan oleh orang dewasa, jika anak ingin menggunakannya maka dia harus minta ijin untuk menggunakan. Sehingga ibu bisa mengontrol penggunaannya.
Nah, agar anak tidak tergantung dengan gadget, maka dalam membuat kesepakatan perlu diperjelas kapan anak boleh menggunakannya. Misalnya kalau sudah seleseai semua pe ernya, maka malam hari boleh main beberapa menit. Atau untuk si kecil, kalau sudah selesai makan boleh main sebentar. Sepakati juga kapan anak tidak diijinkan menggunakan gadget, misalnya saat bertamu, saat ada orang yang mengajak bicara, saat sedang berjalan, dan lain sebagainya. Kemukakan alasannya mengapa hal tersebut tidak baik.
Ibu Nea, selain membuat anak kurang bersosialisasi, gadget juga beresiko mengurangi kesempatan anak untuk mengeksplorasi pengalamannya terhadap hal-hal nyata. Maka sebaiknya kurangi penggunaan gadget, dan beri anak kesempatan untuk melakukan aktivitas yang lebih beragam, seeprti berkebun, memelihara binatang, membuat karya, dan lain-lain yang akan mengasah kemampuan anak.
Demikian ibu Nea, semoga bermanfaat.

Dapatkan kompilasi tanya jawab seputar anak yang pernah dimuat di Harian Jogja, dalam Buku “Kenapa anak saya begini, apa yang harus saya lakukan” di ECCD RC, Jl. DI Panjaitan 70 telp.373709

Labels:

MySpace Layouts

MySpace Layouts

Sunday, January 29, 2012

Kenapa ya Anak Saya begini Buku Tanya jawab Pendidikan Anak Usia Dini

Buku PAUD
“Kenapa ya anak saya begini?”
“apa yang harus saya lakukan?”
pertanyaan bernada demikian kerap terlontar, setiap orang tua tentunya menginginkan yang terbaik bagi anaknya, dan sebisa mungkin meminimalisir kesalahan dalam mendidik anak.
Ini adalah bukti semakin baiknya kesadaran orang tua bahwa kesalahan perlakuan yang terjadi saat usia awal, bisa memberikan dampak besar untuk perkembangan anak di masa mendatang.

pesan buku sekarang juga: armando1215@yahoo.com/ 0274-6503552
Rp 35.000 (free ongkos kirim jawa area)
Rek: bukopin an aris slamet widodo 1001024939


Testimoni oleh widdy oktadella: editor dan penyiar program beranda keluarga di radio star jogja.

"walaupun saya blm berkeluarga, tapi membawakan program beranda keluarga di radio star jogja setiap rabu jam 14.00WIB membuat saya semakin memahami bagaimana menghadapi anak-anak dan mengeti dunia mereka. Apalagi dengan adanya pertanyaan dari para orang tua dengan berbagai problem menghadapi anak-anak mereka yang segera dijelaskan nara sumber yaitu Ibu Hasanah Safriyani, Psi dengan lugas dan jelas. Menjadi masukan tersendiri untuk saya ketika besuk berumahtangga dan memiliki anak. Kalau media siaran hanya selintas lepas didengarkan saja mungkin belum bisa menjangkau semua, tapi dengan kehadiran buku ini tentunya bisa membantu para orang tua dan calon orang tua semakin memahami anak-anak mereka karena setiap kali bisa membuka buku ini dan membacanya".

MySpace Layouts

MySpace Layouts

Jangan Keliru Pahami Anak Hiperaktif

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - "Saya pernah sampai menangis di depan kelas, gara-gara anak didik saya ramai terus, tak mau diam. Apalagi ada seorang anak yang tak pernah mau duduk di kursi. Kerjaannya usil ke teman-teman lainnya, tugas tidak pernah dikerjakan, kalau saya bilangin juga tak pernah nurut," keluh seorang guru SD di Yogyakarta yang enggan disebutkan namanya.

Kejadian demikian terus terjadi berminggu-minggu, hingga akhirnya ia bisa sedikit menguasai kelas dengan metode pembelajaran yang lebih keras. "Saya terapkan punish and reward, dan saya sekarang lebih tegas," ungkapnya kepada Tribun, Senin (14/2/2011).

"Kalau dulu banyak saya diamkan, sekarang saya suruh berdiri di depan kelas," tambahnya.

Belakangan dirinya tahu, bahwa anak didik yang kerap membuat onar itu termasuk anak berkebutuhan khusus. "Dia hiperaktif. Kelihatan dalam hal perilakunya, tak pernah mau diam, selalu bergerak dan susah diajak belajar sebagaimana yang lainnya," paparnya.

Ditemui di tempat terpisah, Hasanah Safriyani, Direktur Early Childhood Care & Development Resource Center (ECCD-RC) mengatakan, bahwa masih terdapat sejumlah kekeliruan para orang tua dalam memahami anak yang termasuk berkebutuhan khusus (ABK).

Menurutnya anak hiperaktif merupakan anak-anak yang termasuk memiliki energi berlebih. "Anaknya sangat aktif, lari-lari, loncat, bahkan melakukan tindakan destruktif semisal merusak barang-barang," paparnya di kantor ECCD-RC, Jalan DI Panjaitan, di kawasan selatan Plengkung Gading, Yogyakarta.

Namun dirinya mengingatkan jangan terlalu cepat menilai seorang anak dikatakan hiperaktif hanya karena dia lari kesana-kemari dan loncat-loncat. Perlu diketahui ciri lainnya semisal si anak kesulitan memusatkan perhatian. Dalam istilah medis digolongkan sebagai Attention-Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD). Biasanya hal ini disertai dengan hiperaktivitas. Mereka seperti tidak pernah kehabisan energi.

Kebanyakan sekarang, para orang tua langsung membatasi perilaku anak. "Melarang bermain lari-larian, loncat atau yang lainnya. Padahal ini salah," tegasnya di lembaga yang juga merangkap sebagai lab-school Rumah Cita (RC) ini.

Anak hiperaktif sebaiknya diberi kebebasan beraktivitas, bukan malah dibatasi. Hal ini dimaksudkan supaya energi berlebih yang dimiliki si anak dapat tersalurkan. Setelah si anak tenang, orang tua baru bisa memberikan permainan lainnya yang lebih tenang. "Tapi harus tetap dalam pengawasan," kata perempuan yang akrab disapa Yani ini.

Jika para orang tua membatasi aktivitas si anak hiperaktif, dalam beberapa kasus yang pernah dialami Yani hampir semuanya berakhir dengan situasi yang lebih buruk. "Si anak biasanya luar biasa ngamuk, menjerit-jerit," katanya.

Yani tidak memungkiri bahwa hingga sekarang masih ada stigma negatif yang dilekatkan pada ABK. "Mereka dibilang tak punya masa depan atau mereka menganggap bahwa hal ini merupakan penyakit menular. Hingga tak heran pernah ada kejadian seorang wali murid tak jadi mendaftar ke sebuah sekolah karena ia berada satu kelas bersama anak hiperaktif," paparnya menjelaskan.

Demikian juga dengan adanya anggapan yang menyamakan anak hiperaktif sebagai anak autis. "Itu salah, tidak semua anak autis itu hiperaktif, begitu pula sebaliknya. Namun keduanya sama-sama merupakan anak-anak yang perlu perhatian khusus dan kasih sayang," papar psikolog yang di sekolahnya RC, anak-anak ABK tidak dipisahkan dari siswa-siswinya yang normal agar ABK dapat belajar dari anak normal dan sebaliknya anak normal dapat menerima ABK sebagai bagian dari kenyataan sosial.

Di lembaga yang dikelolanya, Yani saat ini menangani 10 ABK. "Tapi kami bukan therapis," katanya. ECCD-RC diantaranya menyediakan playgroup, TK, dan TPA. "Kami membantu mereka supaya mudah berkomunikasi dengan teman-teman lainnya," jelasnya.

Diakuinya, sebagian besar orang tua yang datang ke tempatnya, datang dengan berbagai macam keluhan. "Wajar ya kalau capek, apalagi perlu perhatian yang khusus," ungkapnya.

Para orang tua yang datang pun kadang terlalu dini menyimpulkan kondisi anak. Asalkan aktif sedikit, dianggapnya hiperaktif. "Kami tidak sembarangan menilai anak, perlu pemeriksaan psikologis dahulu. Kami baru percaya setelah ada diagnosisnya," papar nahkoda lembaga yang giat mengisi program dan rubrik Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) di beberapa media Yogya serta aktif terlibat dalam Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) DIY tersebut.

Di akhir perbincangan Yani menjelaskan bahwa orang tua yang sudah terlalu lelah merawat anak hiperaktif, biasanya mencari pengasuh pendamping. Dirinya mengingatkan, supaya benar-benar selektif memilih pengasuh pendamping. "Sudah pasti dia harus sayang terhadap anak, kedua, dia harus mengetahui tentang seluk - beluk anak hiperaktif dan yang paling penting jangan sampai dia memiliki pandangan bahwa anak tersebut dianggap berbeda dengan anak lainnya. Mereka sama, hanya saja perlu perhatian lebih," pesannya.

MySpace Layouts

MySpace Layouts

Kenalkan anak pada dokter gigi sejak dini

Pengalaman gigi lepas terkadang membuat anak trauma karena gusi berdarah. Apalagi jika penyembuhannya harus ditangani oleh dokter. Anak akan semakin takut.

Biasanya, ketakutan akan sakit dan disuntik menghantui pikiran anak sebelum diajak ke dokter. Untuk itu, orangtua wajib memberikan pemahaman lewat cerita menarik perihal dokter gigi.

“Memang, seringkali anak dipengaruhi oleh pengertian bahwa dokter gigi identik disuntik, tapi jika sudah dibiasakan secara berkala sejak kecil anak tidak akan takut,” tutur psikolog anak, Hasanah Safriyani kepada Harian Jogja, Rabu (14/9) siang.

Tanpa pengenalan sejak dini dan pemeriksaan berkala, ketika gigi sudah goyah dan harus dicabut anak akan mengalami ketakutan luar biasa. Pasalnya, meskipun di Puskesmas diberikan penghilang rasa sakit, tapi setelah itu rasa sakit akan muncul kembali.

Manurut Hasanah, anak perlu dikenalkan dengan dokter gigi meski kondisi gigi sedang sehat. Orangtua perlu menceritakan sesuatu yang menarik atau memperlihatkan tayangan video soal kesehatan gigi supaya lebih menenangkannya. Anak juga perlu diberi wawasan luas soal gigi, bukan malah ditakut-takuti.

Jika orangtua tidak tahu soal gigi, bisa membeli buku atau mencari informasi di internet. Yang penting, menurut Hanasah, orangtua tidak menakuti anak dengan mengancamnya sehingga menumbuhkan kesan dokter gigi itu menakutkan. “Anak perlu diramahkan dan dikenalkan dengan sesuatu yang berbau medis sejak usia dini,” imbuh Hasanah.

Pengetahuan tentang gigi juga perlu diberikan kepada anak di sekolah. Kadang ada tipe anak cengeng yang menangis saat giginya tanggal di sekolah. “Guru bisa memberitahukan bahwa gigi susu yang tanggal akan tumbuh kembali, itu adalah proses yang wajar,” jelas Hasanah yang saat ini menjabat sebagai Direktur Early Childhood Care & Development Resource Center (ECCD-RC).

Guru juga dituntut memberikan rasa aman supaya anak lebih tenang meskipun orangtuanya tidak berada di dekatnya. Jika perlu, guru mengajak anak ke Puskesmas saat giginya lepas jika di UKS peralatannya tidak memadai. (Wartawan Harian Jogja/Tri Wahyu Utami)

MySpace Layouts

MySpace Layouts

Saturday, September 01, 2007

membangun nilai positif di Bulan Puasa

materi siaran Radio Anak Jogja
Agustus'07
Masa usia dini adalah masa awal bagi setiap individu untuk mempelajari segala hal, termasuk di antaranya nilai-nilai kehidupan.
Nilai didapat oleh anak dari kehidupan sehari-hari, dari peristiwa yang dilihat, cerita yang dibaca atau didengar, dan dari pengalamannya sendiri.
Pembiasaan menjadi factor penting dalam pembentukan nilai-nilai bagi seorang anak

Bulan September ini kita akan memasuki bulan suci Ramadhan, dimana umat muslim diwajibkan untuk berpuasa. Menahan diri untuk tidak makan, minum, menahan diri dari amarah dan hawa nafsu.
Di mata anak-anak, bulan puasa mungkin saja menjadi bulan yang bernuansa special. Ada perubahan ritme seperti sahur, buka puasa, lalu diaktivkannya kembali kegiatan-kegiatan menyambut bulan puasa, dsb. Suasana yang berbeda ini bisa dimanfaatkan sebagai moment untuk menanamkan nilai-nilai positif, tidak hanya bagi orang dewasa tapi juga anak.

Beberapa nilai positif yang dapat dikembangkan:
- menahan diri
inti dari puasa adalah menahan diri. Menahan diri dari makan dan minum adalah cara menahan diri yang paling mudah dilakukan, karena dilakukan oleh organ fisik. Padahal masih banyak pantangan lain selain makan dan minum, yaitu pantang dari amarah, menggunjing, menyakiti, dll. Hal ini selain perlu kita kenalkan kepada anak, juga perlu kita lakukan agar anak mendapatkan contoh nyata dari orang tua
- spiritual
anak akan melihat di bulan ini orang tuanya semakin serius beribadah, rajin mengikuti kajian agama, atau mengalami sedikit perubahan dalam bertutur dan bersikap. Saat ini kita bisa mengenalkan kepada anak kepada siapa dan untuk apa kita beribadah, sebagai bagian dari konsep Ketaatan kepada Tuhan.
- Kesabaran
menahan diri tentu berhubungan erat dengan kesabaran. Sabar menahan lapar, sabar agar tidak marah, dll. Kata “sabar” mungkin menjadi kata kunci yang paling sering muncul di bulan ini.
- Kejujuran
Hanya kita dan Tuhan yang tahu apakah kita berpuasa atau tidak. Maka nilai kejujuran memiliki peran penting disini. Orang tua dapat menanamkan kepada anak untuk berani mengatakan yang sebenarnya
- penghargaan terhadap perbedaan / toleransi
saat kita berpuasa ada teman yang tidak berpuasa. Kita tidak bisa melarang teman makan hanya karena kita berpuasa. Begitu juga saat kita tidak puasa, mungkin ada teman yang berpuasa jadi kita perlu menghormatinya.
- tanggungjawab/komitmen
Jam puasa untuk anak mungkin belum sepanjang jam orang dewasa. Disini kita bisa membantu anak memperkirakan kekuatannya sendiri, jika belum bisa setengah hari mungkin hanya 3 atau 4 jam. artinya, selama jam puasa itu anak memang menahan diri untuk tidak makan (beberapa anak yang malas makan menggunakan puasa sebagai alasan untuk tidak makan nasi, tapi minta untuk makan cemilan seperti coklat, jelly dsb. Hal ini perlu disikapi dengan membuat komitmen bagi anak)
- kesederhanaan/tidak berlebihan
Usai puasa, tidak berarti kita terus “balas dendam” dengan makan berlebih, atau melakukan semua pantangan saat puasa. Nilai kesederhanaan bisa mulai kita kenalkan disini

Selain point-point di atas, puasa juga memberikan efek positif yang lain, misalnya kesehatan, karena puasa juga meningkatkan hormon pertumbuhan, memperbaiki pola makan, juga membangun kebersamaan dan mempererat hubungan anak dengan seluruh anggota keluarga.

Tentu saja;
Nilai-nilai positif dapat dibangun jika orang dewasa yang ada di sekitar anak juga berusaha memaknai dan mengamalkan nilai positif dari berpuasa.
@yan'07


MySpace Layouts

MySpace Layouts

Thursday, May 24, 2007

Memilih sekolah yang tepat untuk anak usia dini

Materi siaran radio Sonora, mei 2007


Pendidikan anak usia dini, merupakan salah satu modal penting untuk kemajuan dan kehidupan anak di masa mendatang. Saat si kecil sudah mulai memasuki masa sekolah, sebagian orang tua menjadi sibuk mencari sekolah yang tepat untuk anaknya. Lalu sekolah seperti apa yang harus dipilih? Dan bagaimana cara memilihnya?
Sebetulnya kunci dari pemilihan sekolah adalah ketepatan antara kebutuhan anak dengan apa yang diprogramkan pihak sekolah. Berikut ini beberapa langkah yang bisa ditempuh oleh orang tua untuk memilih sekolah yang tepat untuk anak.
Apa yang harus dilakukan?
Kumpulkan informasi sebanyak banyaknya
Informasi bisa didapat dari berbagai cara, misalnya brosur dari sekolah, info dari teman/tetangga, atau wawancara dengan pihak sekolah. Dalam mengumpulkan berbagai info tersebut ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:
visi dan misi
lazimnya sekolah memiliki visi misi yang menjadi dasar bagi segala hal yang berlaku di sekolah tersebut. Pastikan visi dan misi sekolah sesuai dengan sudut pandang anda dalam pendidikan anak
metode/pendekatan
apakah metode yang digunakan menyenangkan bagi anak? Mungkin sekolah memiliki metode unggulan, dapatkan penjelasan mengenai hal tersebut
fasilitas
fasilitas bisa berupa sarana fisik (misalnya play ground, ruangan, dll) bisa juga berupa sarana non fisik (misalnya parent meeting, field trip, dll)
rasio guru:murid
semakin muda usia anak, semakin banyak perhatian yang dibutuhkan. Apakah sekolah memiliki batasan yang tegas untuk jumlah anak dalam satu kelas?
program untuk orang tua
apakah sekolah mengadakan pertemuan orang tua secara rutin? Apakah ada pengayaan untuk orang tua, atau bagaimana orang tua bisa berdiskusi dengan guru bila ada hal-hal yang ingin disampaikan mengenai anak?
jarak
Bila Anda bekerja dari pagi hingga petang, pertimbangkan pula jarak sekolah tsb ke rumah orang tua atau saudara, sehingga jika terjadi hal yang mengkhawatirkan,mereka bisa secara cepat menggantikan Anda mendatangi sekolah anak
biaya
tidak selalu sekolah yang mahal pasti mutunya bagus. Yang penting, biaya yang ditetapkan pihak sekolah sesuai dengan kantong anda. Tidak adil bagi anak jika nanti harus tiba-tiba pindah karena orang tua tidak mampu membayar biaya sekolah
waktu sekolah
berapa lama anak bersekolah, apakah full day atau hanya beberapa jam. Perhatikan pula jadwal harian atau kegiatan di sekolah tersebut.

observasi langsung
observasi penting untuk mendapatkan gambaran kondisi nyata sekolah. Upayakan untuk datang di hari sekolah aktif, sehingga anda bisa melihat aktivitas sekolah sehari-hari. Beberapa hal yang perlu diperhatikan saat observasi:
penataan lingkungan
apakah setting area dan ruangan di sekolah cukup ramah bagi anak? Bagaimana standar keamanan yang diberlakukan
kesesuaian dengan media promo
samakah apa yang ditulis di brosur dengan kenyataan yang sesungguhnya
kegiatan yang berjalan
bagaimana suasana kegiatan berlangsung? Apakah kegiatan yang dilakukan tampak menyenangkan bagi anak? Bagaimana hasil karya anak di display?
interaksi guru dan murid
perhatikan bagaimana guru dan murid berkomunikasi, apakah guru tampak menghargai anak sebagai individu yang utuh?


tentukan prioritas pilihan
jika sudah mendapatkan gambaran, langkah berikutnya adalah memperpendek daftar nominasi sekolah yang akan dimasuki. Pilih mana yang sesuai dengan kebutuhan anak dan kemampuan orang tua.


libatkan anak
karena yang akan bersekolah adalah anak dan bukannya orang tua, maka anak juga perlu dilibatkan sebelum kita memutuskan untuk mendaftarkan anak di sekolah tersebut. Beberapa cara yang bisa dilakukan:
lihat respon anak
ajak anak melihat situasi sekolah (lebih baik lagi saat ada kegiatan) lihat bagaimana respon anak anda. Apakah anak tampak antusias atau justeru takut dan ingin cepat pulang

harapan dan keinginan anak
tanyakan pada anak, apa yang dia imajinasikan tentang sekolah, sekolah seperti apa yang ia impikan.


tips n tricks
pahami kebutuhan anak
gunakan semua fasilitas : brosur, open house, trial, dll
antisipasi kemungkinan2
sekolan anak bukan ajang persaingan/gengsi
jadi anggota yang aktif

MySpace Layouts

MySpace Layouts

Saturday, June 10, 2006

Mengatasi Kecemasan Pada Anak anak

Gempa bumi yang melanda daerah Yogyakarta, menyisakan trauma dan rasa cemas pada manusia yang mengalaminya, diantaranya anak-anak

Anxiety, Fears, and Phobias
Semua orang pasti pernah mengalami kecemasan dan rasa takut. Perasaan tersebut pasti tidak nyaman, namun bagi anak-anak hal ini normal dan diperlukan. Pengalaman menghadapi kecemasan mempersiapkan anak untuk menghadapi situasi yang tidak terduga dan menantang di kehidupan mendatang.

Fear/ketakutan adalah reaksi emosional yang kuat, mencakup perasaan subjektif penuh ketidaksenangan, ada keinginan melarikan diri /bersembunyi. Ketakutan ini merupakan reaksi terhadap bahaya yang sedang dihadapi.

Anxiety / kecemasan adalah ketakutan mengenai masa mendatang tanpa sebab khusus untuk ketakutan tersebut, tapi ia merasa nyata. Misalnya anak takut melihat jendela yang bergerak,dll.
Kecemasan membuar seseorang ingin keluar dari situasi secara cepat. Jantung berdetak kencang, nafas terengah, mual.

Phobia adalah ketakutan irasional yang terus menerus.

Kadangkala kecemasan membantu anak untuk melakukan hal-hal yang “aman”. Misalnya anak yang cemas dengan kebakaran akan menghindari bermain dengan korek api. Namun jika kecemasan terlalu tinggi akan mengganggu perilaku dan perkembangan anak.

Mengenali tanda-tanda kecemasan
Secara normal ketakutan berubah menurut usia. Misalnya ketekutan terhadap orang asing, ketinggian,kegelapan, binatang, serangga, dan ditinggalkan sendiri. Anak mempelajri ketakutan terhadap objek yang spesifik setelah menghadapi situasi yang kurang menyenangkan misalnya gempa, gigitan anjing, kecelakaan dsb
Beberapa tanda kecemasan pada anak a.l;
- menjadi impulsif dan distruktif
- nervous movement, misalnya sering gugup
- sulit tidur atau tidur lebih lama dari biasanya
- tangan berkeringat
- peningkatan detak jantung dan nafas
- muak/mual
- sakit kepala
- sakit perut
dengan tanda-tanda ini orang tua bisa mengenali anaknya sedang merasa tidak nyaman karena sesuatu. Mendengarkan dengan simpatik atau sekedan membicarakan rasa takut tersebut dapat membantu anak mengatasi rasa takut.

Membantu anak mengatasi kecemasan
Orang tua dapat membantu anak membangun ketrampilan dan kepercayaan diri untuk menghadapi ketakutan sehingga tidak tumbuh menjadi reakasi phobia. Beberapa langkah yang dapt ditempuh untuk membantu anak menghadapi kecemasan:
- sentuhan fisik. Seringkali dekapan, sentuhan, atau kedekatan fisik dapat membantu anak menenangkan dirinya. Sulit mengajak anak bicara jika ia masih merasa sangat cemas
- mengenali bahwa ketakutan itu adalah nyata. Entah betul nyata atau tidak, ketakutan itu tampak nyata di mata anak. Ajak anak membicarakannya.
- Jangan pernah mengecilkan perasaan takut anak.
- Tidak memperkuat rasa takut anak.misalnya anak takut air, lalu kita berjalan menjauhi air. Hal ini membuat anak semakin yakin bahwa air adalah sesuatu yang memang perlu dihindari. (perlu dijelaskan pada anak mana yang betul-betul bahaya, mana yang tidak. Misalnya berjalan dibawah bangunan yang hampir runtuh itu bahaya, jadi perlu menghindar. Tapi tanpa mengajarkan kepanikan pada anak)
- Ajak anak mengukur intensitas kecemasannya. Untuk anak yang lebih besar bisa dengan skala 1-10. atau ada juga yang menggunakan anggota tubuh, misalkan ada anak yang mengatakannya ketakutannya sampai diaatas lutut (tidak terlalu takut), sampai di atas perut (lebih takut), di atas kepala (Sangat takut)
- Ajarkan strategi coping/ penyelesaian masalah. Misalnya kita menjadi “rumah”, anak diminta mendatangi objek lalu kembali ke kita sebelum ke objek itu lagi. Atau mengajarkan self statement seperti : “aku akan baik-baik saja” “aku tidak apa-apa”
- Jika berada dalam komunitas anak, ajak anak untuk saling mengenali kecemasan anak lain dan membantu menghadapinya.
Kunci mengatasi ketakutan dan kecemasan adalah dengan mengatasinya. Dengan menggunakan kunci ini kita bisa membantu anak menghadapi situasi hidupnya.
Jika gempa menjadi objek ketakutan anak, kita perlu memahamkan anak tentang mengapa terjadi gempa, dan langkah yang perlu ia lakukan untuk menyelamatkan diri. Ini penting untuk membantu anak berpikir rasional dan percaya diri.

by. Yani, eccd rc

materi siaran radio sonora fm.yk

MySpace Layouts

MySpace Layouts

Wednesday, May 10, 2006

Anak VS komputer

BalitaCerdas Dot Com Berita / Perkembangan Anak
Komputer Bagi Anak
Oleh hari
Selasa, 07-Juni-2005, 12:29:16

Selain memiliki manfaat, komputer juga menyimpan mudhorot. Keterlibatan orangtua amat diperlukan untuk mencegah anak mengambil manfaat dari kotak ajaib ini.

Ibu Endang merasa beruntung anak-anaknya ‘bersahabat’ dengan komputer sejak dini. Fatih (9), anaknya yang pertama, tak hanya senang bermain games, namun juga lancar mengoperasikan berbagai program olah kata dan angka. Sementara adiknya, Nadia (4) yang baru belajar mengenal komputer, sudah asyik menjajal program pendidikan dalam mengenal warna dan bentuk saja. Fatih kini pintar matematika lantaran sering berlatih dengan bantuan komputer. Sementara Nadia punya banyak kosakata bahasa Inggris juga lantaran sering bermain komputer.

Tetapi, Ibu Rahmi justru merasa punya masalah dengan 'keakraban' anaknya dengan komputer. Menurutnya, Rizki (7 tahun) kini lebih sukai ‘bermain’ dengan komputernya daripada dengan teman-temannya. Rizki bisa menghabiskan waktu berjam-jam hanya untuk bermain games. Ia juga malas bila diajak menulis atau menggambar. Tak heran, tugas menggambar di sekolah tidak pernah dikerjakannya sampai tuntas. Tetapi, untuk menggambar di komputer ia sangat pandai. Maklum, dengan satu dua klik-an saja, ia sudah dapat menggambar dan mewarnai dengan sempurna.
Pernah punya pengalaman senada?

Positif-Negatif
Nina Armando, Staf Pengajar Jurusan Komunikasi FISIP UI, mengatakan bahwa kemunculan teknologi komputer sendiri sesungguhnya bersifat netral. Pengaruh positif atau negatif yang bisa muncul dari alat ini tentu saja lebih banyak tergantung dari pemanfaatannya. Bila anak-anak dibiarkan menggunakan komputer secara sembarangan, pengaruhnya bisa jadi negatif. Sebaliknya, komputer akan memberikan pengaruh positif bila digunakan dengan bijaksana, yaitu membantu pengembangan intelektual dan motorik anak.

Senada dengan Nina, Muhammad Rizal, Psi, Psikolog di Lembaga Psikologi Terapan UI, mengatakan banyak manfaat dapat diambil dari penggunaan komputer, namun tak sedikit pula mudhorot yang bisa ditimbulkannya.

Diantara manfaat yang dapat diperoleh adalah penggunaan perangkat lunak pendidikan seperti program-program pengetahuan dasar membaca, berhitung, sejarah, geografi, dan sebagainya. Tambahan pula, kini perangkat pendidikan ini kini juga diramu dengan unsur hiburan (entertainment) yang sesuai dengan materi, sehingga anak semakin suka.

Manfaat lain bisa diperoleh anak lewat program aplikasi berbentuk games yang umumnya dirancang untuk tujuan permainan dan tidak secara khusus diberi muatan pendidikan tertentu. Beberapa aplikasi games dapat berupa petualangan, pengaturan strategi, simulasi, dan bermain peran (role-play).

Dalam kaitan ini, komputer dalam proses belajar, akan melahirkan suasana yang menyenangkan bagi anak. Gambar-gambar dan suara yang muncul juga membuat anak tidak cepat bosan, sehingga dapat merangsang anak mengetahui lebih jauh lagi. Sisi baiknya, anak dapat menjadi lebih tekun dan terpicu untuk belajar berkonsentrasi.

Namun, sisi mudhorot penggunaan komputer tak juga bisa diabaikan. Salah satunya adalah dari kemungkinan anak, kemungkinan besar tanpa sepengetahuan orangtua, ‘mengkonsumsi’ games yang menonjolkan unsur-unsur seperti kekerasan dan agresivitas. Banyak pakar pendidikan mensinyalir bahwa games beraroma kekerasan dan agresi ini adalah pemicu munculnya perilaku-perilaku agresif dan sadistis pada diri anak.

Akses negatif lewat internet
Pengaruh negatif lain, disepakati Nina dan Rizal adalah terbukanya akses negatif anak dari penggunaan internet. Mampu mengakses internet sesungguhnya merupakan suatu awal yang baik bagi pengembangan wawasan anak. Sayangnya, anak juga terancam dengan banyaknya informasi buruk yang membanjiri internet.

Melalui internetlah berbagai materi bermuatan seks, kekerasan, dan lain-lain dijajakan secara terbuka dan tanpa penghalang. Nina mengungkapkan sebuah studi yang menunjukkan bahwa satu dari 12 anak di Canada sering menerima pesan yang berisi muatan seks, tawaran seks, saat tengah berselancar di internet.

Meski demikian, baik Nina maupun Rizal sepakat bahwa mengajarkan internet bagi anak, di zaman sekarang merupakan hal penting. Hanya saja, demi mencegah dampak negatifnya, ada beberapa hal yang harus dilakukan orangtua.

Pertama, orangtualah yang seharusnya mengenalkan internet pada anak, bukan orang lain. Mengenalkan internet berarti pula mengenalkan manfaatnya dan tujuan penggunaan internet. Karena itu, ujar Nina, orangtua terlebih dahulu harus ‘melek’ media dan tidak gatek.
''Sayangnya, seringkali anaknya sudah terlalu canggih, sementara orangtuanya tidak tahu apa-apa. Tidak tahu bagaimana membuka internet, juga tidak tahu apa-apa soal games yang suka dimainkan anak. Nanti ketika ada akibat buruknya, orangtua baru menyesal,'' sesal Nina.

Kedua, gunakan software yang dirancang khusus untuk melindungi ‘kesehatan’ anak. Misalnya saja program nany chip atau parents lock yang dapat memproteksi anak dengan mengunci segala akses yang berbau seks dan kekerasan.

Ketiga, letakkan komputer di ruang publik rumah, seperti perpustakaan, ruang keluarga, dan bukan di dalam kamar anak. Meletakkan komputer di dalam kamar anak, menurut Nina akan mempersulit orangtua dalam hal pengawasan. Anak bisa leluasa mengakses situs porno atau menggunakan games yang berbau kekerasaan dan sadistis di dalam kamar terkunci. Bila komputer berada di ruang keluarga, keleluasaannya untuk melanggar aturan pun akan terbatas karena ada anggota keluarga yang lalu lalang.

Cegah kecanduan
Pengaruh negatif lain bagi anak, menurut Rizal, adalah kecendrungan munculnya ‘kecanduan’ anak pada komputer. Kecanduan bermain komputer ditengarai memicu anak menjadi malas menulis, menggambar atau pun melakukan aktivitas sosial.

Kecanduan bermain komputer bisa terjadi terutama karena sejak awal orangtua tidak membuat aturan bermain komputer. Seharusnya, menurut Rizal, orangtua perlu membuat kesepakatan dengan anak soal waktu bermain komputer. Misalnya, anak boleh bermain komputer sepulang sekolah setelah selesai mengerjakan PR hanya selama satu jam. Waktu yang lebih longgar dapat diberikan pada hari libur.
Pengaturan waktu ini perlu dilakukan agar anak tidak berpikir bahwa bermain komputer adalah satu-satunya kegiatan yang menarik bagi anak. Pengaturan ini perlu diperhatikan secara ketat oleh orangtua, setidaknya sampai anak berusia 12 tahun. Pada usia yang lebih besar, diharapkan anak sudah dapat lebih mampu mengatur waktu dengan baik.

Peran penting orangtua
Menimbang untung ruginya mengenalkan komputer pada anak, pada akhirnya memang amat tergantung pada kesiapan orangtua dalam mengenalkan dan mengawasi anak saat bermain komputer. Karenanya, kepada semua orangtua, Rizal kembali mengingatkan peran penting mereka dalam pemanfaatan komputer bagi anak.

Pertama, berikan kesempatan pada anak untuk belajar dan berinteraksi dengan komputer sejak dini. Apalagi mengingat penggunaan komputer adalah sesuatu yang tidak bisa dihindari pada saat ini dan masa yang akan datang.

Kedua, perhatikan bahwa komputer juga punya efek-efek tertentu, termasuk pada fisik seseorang. Karena perhatikan juga amsalah tata ruang dan pencahayaan. Cahaya yang terlalu terang dan jarak pandangan terlalu dekat dapat mengganggu indera penglihatan anak.

Ketiga, pilihlah perangkat lunak tertentu yang memang ditujukan untuk anak-anak. Sekalipun yang dipilih merupakan program edutainment ataupun games, sesuaikan selalu dengan usia dan kemampuan anak.

Keempat, perhatikan keamanan anak saat bermain komputer dari bahaya listrik. Jangan sampai terjadi konsleting atau kemungkinan kesetrum terkena bagian tertentu dari badan Central Processing Unit (CPU) komputer.

Kelima, carikan anak meja atau kursi yang ergonomis (sesuai dengan bentuk dan ukuran tubuh anak), yang nyaman bagi anak sehingga anak dapat memakainya dengan mudah. Jangan sampai mousenya terlalu tinggi, atau kepala harus mendongak yang dapat menyebabkan kelelahan. Alat kerja yang tidak ergonomis juga tidak baik bagi anatomi anak untuk jangka panjang.

Keenam, bermain komputer bukan satu-satunya kegiatan bagi anak. Jangan sampai anak kehilangan kegiatan yang bersifat sosial bersama teman-teman karena terlalu asik bermain komputer.

BalitaCerdas Dot Com : http://info.balitacerdas.com
Online article: http://info.balitacerdas.com/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&artid=33

MySpace Layouts

MySpace Layouts

AWAS, MALPRAKTIK PSIKOTES!

maaf yaa... bukannya bermaksud promosi psikolog, tapi info nakita ini benar adanya. mohon disimak

AWAS, MALPRAKTIK PSIKOTES!

Psikotes harus dilakukan oleh orang yang paham betul tentang masalah psikologi.
Belakangan disinyalir ada oknum yang bukan berlatar belakang pendidikan psikologi menawarkan jasa mengadakan tes ke sejumlah sekolah, terutama TK. Ada yang hanya mengetes coretan anak dan dalam waktu sekejap, sekitar 5 menit, sudah dapat menginterpretasikan sifat, perilaku, tingkat emosi, maupun tingkat kecerdasan anak. Bahkan di salah satu TK di Jakarta, ada pula yang melakukan tes kecerdasan hanya dengan bertitik tolak pada kemampuan anak menebalkan titik-titik menjadi bentuk tertentu. Berdasarkan tes tersebut konon dapat diketahui seberapa tinggi tingkat kecerdasannya.Sungguh kejadian-kejadian semacam itu merupakan sesuatu yang sulit dipercaya, bahkan bisa dikategorikan malpraktik! Bayangkan, tes yang sedemikian sederhana dan dilakukan oleh orang yang tidak berkompeten namun mampu mengorek berbagai kondisi dan kemampuan anak yang sangat kompleks! Bila tes tersebut hanya digunakan untuk mengetahui perkembangan motorik halus dan koordinasi visual-motorik anak, boleh jadi memang bisa mewakili.


HANYA YANG BERKOMPETEN
Lalu siapa sih yang sebenarnya berkompeten melakukan psikotes? Yang berkompeten melakukannya adalah para psikolog, yaitu sarjana psikologi (S1) yang sudah mengikuti pendidikan lanjutan di program Magister Profesi Psikolog selama dua tahun. Jadi, lama pendidikan untuk menjadi seorang psikolog adalah 6 tahun. Selama dua tahun terakhir para calon psikolog mendapat pendidikan khusus untuk mengasah kemampuan mereka menjadi seorang psikolog. Mereka dididik untuk memperdalam pengetahuan serta keterampilan (skill) dalam menangani kasus-kasus sesuai dengan bidang kemagisteran yang ditempuh. Mereka pun memperdalam berbagai teori yang sesuai dengan bidang kekhususan yang ditempuh.Untuk Magister Profesi ada 4 bidang kekhususan, yakni Klinis Anak, Klinis Dewasa, Industri dan Organisasi, serta Psikologi Pendidikan.

BUTUH PENGALAMAN PSIKOTES
Tentu saja tes psikologi harus dilakukan oleh ahli yang berkompeten. Tes psikologi (tes kecerdasan, tes projeksi) dirancang oleh para ahli (penemunya) berdasarkan penelitian yang dilakukan selama bertahun-tahun dan teruji keabsahannya. Alat ukurnya bisa berupa tes untuk mengetahui tingkat kecerdasan, gambaran kepribadian seseorang, atau tes khusus untuk mengidentifikasi adanya gangguan-gangguan tertentu.Untuk dapat menggunakan dan menginterpretasikan hasil tes psikologis, dibutuhkan pengalaman dan penguasaan yang sangat baik mengenai tes tersebut. Hal ini tidak dicapai dalam waktu sekejap. Mereka dilatih selama dua tahun untuk mempelajari dan menerapkannya pada kasus-kasus yang mereka tangani. Sebagai contoh, seorang calon psikolog anak mendapat pembekalan dari kuliah-kuliah mengenai berbagai tes kecerdasan yang berlaku, kapan tes A digunakan dan kapan tidak. Bagaimana menggunakan (mengadministrasikan) alat tes dengan baik dan benar, bagaimana melakukan penyekoran, dan yang paling penting adalah bagaimana menginterpretasikan hasil tes.Interpretasi ini tidak semata-mata dengan melihat skor (nilai) secara kuantitatif, tapi harus pula meninjau apa arti dari nilai-nilai tersebut secara kualitatif. Hal ini diperoleh melalui pengamatan yang cermat selama pengambilan tes. Caranya? Diamati bagaimana cara kerja anak, perhatiannya selama bekerja, mengapa seorang anak gagal dalam mengerjakan soal tertentu. Apakah karena dia sedang marah sehingga tidak mau bekerja sama, karena gugup, atau karena memang tidak tahu. Nah, para psikolog harus menguasai teori yang ada di balik tes tersebut dan hal ini dilatihkan melalui pendidikan dengan cara menangani kasus-kasus hidup (life cases) di bawah bimbingan para supervisi yang sudah berpengalaman.Pengetes pun harus memahami betul tes apa yang seharusnya digunakan sesuai kebutuhan. Untuk mengetahui kepribadian dan kemampuan anak, misalnya, tesnya bisa terdiri atas wawancara dengan orangtua, guru, anak dan orang­orang yang berperan dalam kehidupan anak, observasi, tes kecerdasan, tes khusus, dan tes kepribadian. Tetapi adakalanya tes kecerdasan dan tes khusus tidak dibutuhkan jika bukan ke sana fokusnya. Dengan memahami apa yang dibutuhkan, tes ini dapat menjawab dengan baik apa sebenarnya yang menjadi minat dan bakat anak, tingkat kecerdasan anak, bagaimana mengatasi hambatan belajar, kesulitan bergaul, dan sebagainya.

BUKAN PSIKOLOG TIDAK DIBENARKAN
Psikotes terutama tes kecerdasan dan tes kepribadian serta tes-tes khusus lainnya, hanya bisa dilakukan oleh para psikolog yang sudah terlatih dan memiliki izin praktik dari Himpunan Psikologi Indonesia. Ada tes inventory yang kadang kala bisa dilaksanakan oleh nonpsikolog, namun tetap saja penggunanya harus mendapat pelatihan khusus. Mereka ini tidak bisa secara sembarangan menggunakan alat tersebut karena landasan teori yang melatarbelakangi tes harus dikuasai dengan baik. Sedangkan sarjana psikologi, karena sudah mendapat pelajaran tentang administrasi tes, bisa menjadi asisten di bawah pengawasan seorang psikolog.Ironisnya, pada praktiknya masih saja ada biro konsultasi psikologi atau yang mengaku sebagai "biro konsultasi" yang melakukan psikotes bukan oleh psikolog qualified. Bila demikian dikhawatirkan terjadi kesalahan dalam administrasi dan interpretasi tes.

KEKELIRUAN YANG TERJADI
Ada banyak kekeliruan seputar psikotes yang sering terjadi dan luput dari perhatian kita. Berikut beberapa di antaranya:
* Guru BP menjalankan tes psikologis
Hampir setiap sekolah biasanya memiliki guru BP. Memang, guru BP tidak harus mempunyai latar belakang pendidikan dari Fakultas Psikologi. Boleh saja mereka tamatan dari Fakultas Ilmu Keguruan & Pendidikan jurusan Bimbingan dan Konseling. Selama tes yang mereka lakukan hanya berkaitan dengan pendidikan, sah-sah saja. Namun guru BP tidak berkompeten menjalankan tes psikologis. Ada baiknya psikotes dilakukan oleh psikolog luar bila sekolah tidak memiliki psikolog sendiri.
* Dilakukan berulang kali
Psikotes yang dilakukan sebagai prasyarat memasuki sekolah biasanya terdiri atas tes kecerdasan dan tes kepribadian. Tes ini sebaiknya tidak dilakukan sembarangan dan diulang-ulang. Tes baru dilakukan berulang kali bila anak tersebut diidentifikasi memiliki masalah sehingga perlu dipantau perkembangannya. Tes ini paling cepat dilakukan 6 atau 12 bulan setelah diberikan suatu intervensi.
* Dilakukan secara massal
Masih ada sekolah yang melakukan psikotes secara massal. Padahal psikotes di TK dan di SD (kelas 1­3) tidak dibenarkan untuk dilakukan secara massal. Hendaknya guru atau orangtua mempertanyakan pelaksanaan tes bila dilakukan secara massal bagi kelompok usia ini. Mengapa? Karena rentang perhatian mereka masih terbatas. Pemahaman mereka akan perintah pun masih terbatas, sehingga sulit dilakukan pengamatan bagaimana anak mengerjakan tes tersebut. Akibatnya, hasil yang diperoleh tidak mencerminkan keadaan sesungguhnya. Tes massal yang dilakukan pada anak yang lebih besar pun perlu dilakukan secara hati-hati karena bisa saja anak gugup saat mengerjakan tes atau sedang tidak sehat sehingga hasil yang dicapai lebih rendah daripada kemampuan sesungguhnya. Kesempatan "menyontek" pekerjaan orang lain pun harus dijaga agar tidak timbul hal-hal yang tidak diinginkan
* Diberitahukan hasilnya
Ada kasus psikotes, yaitu memberitahukan hasil yang dicapai. Ini adalah tindakan yang keliru. Bila anak tahu hasilnya rendah, ia mungkin akan merasa rendah diri. Apalagi bila hasilnya dibagikan kepada anak-anak yang belum mengerti makna hasil tes. Sebaliknya, kalau hasilnya tinggi bisa saja muncul arogansi pada anak. Bukan tidak mungkin ia merasa dirinya sangat cerdas dan kemudian tidak mau belajar. Jadi, psikotes pada anak-anak sebaiknya tidak diberitahukan hasilnya.
Irfan Hasuki. Foto: Ferdi/nakita
***
sekedar tambahan, sepanjang yang saya pelajari, hasil psikotest anak bukan tidak boleh diberitahukan sama sekali, tapi tidak boleh diberitahukan pada anak. apalagi dengan angka-angkanya. hasil test boleh diberitahukan kepada ortu/guru, dengan catatan disertai keterangan deskriptif yang dapat dimengerti. plus penjelasan bahwa tes ini confidential, tidak perlu mengatakannya pada anak. Kalau perlu ortu tidak diberi angka nominal IQ yang dicapai anak, cukup penjelasan dan bagaimana meng-encourage anak supaya berkembang dengan baik. lagian, dah jaman begini maju, dah ditemukan Multiple intelligence, masih kekeh juga mau berkiblat pada IQ?
baidewei, kalau perlu psikolog untuk assessment anak, saya ada di sini lho..he..he..promosi juga akhirnya....(yn)

MySpace Layouts

MySpace Layouts

Kenapa anak harus bermain??


Topik ini udah agak lama sebetulnya, tapi Insya Alloh belum basi. soalnya dimana-mana masih sering jadi pembicaraan.. yang jelas kita gak boleh berhenti meyakinkan ortu n guru, tentang pentingnya bermain!!

"Pengaruh Permainan pada Perkembangan Anak"

Bermain merupakan kegiatan yang dilakukan seseorang untuk memperoleh kesenangan, tanpa mempertimbangkan hasil akhir. Ada orang tua yang berpendapat bahwa anak yang terlalu banyak bermain akan membuat anak menjadi malas bekerja dan bodoh. Pendapat ini kurang begitu tepat dan bijaksana, karena beberapa ahli psikologi mengatakan bahwa permainan sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan jiwa anak.
Faktor-faktor yang mempengaruhi permainan anak :
1. Kesehatan
Anak-anak yang sehat mempunyai banyak energi untuk bermain dibandingkan dengan anak-anak yang kurang sehat, sehingga anak-anak yang sehat menghabiskan banyak waktu untuk bermain yang membutuhkan banyak energi.
2. Intelligensi
Anak-anak yang cerdas lebih aktif dibandingkan dengan anak-anak yang kurang cerdas. Anak-anak yang cerdas lebih menyenangi permainan-permainan yang bersifat intelektual atau permainan yang banyak merangsang daya berpikir mereka, misalnya permainan drama, menonton film, atau membaca bacaan-bacaan yang bersifat intelektual.
3. Jenis kelamin
Anak perempuan lebih sedikit melakukan permainan yang menghabiskan banyak energi, misalnya memanjat, berlari-lari, atau kegiatan fisik yang lain. Perbedaan ini bukan berarti bahwa anak perempuan kurang sehat dibanding anak laki-laki, melainkan pandangan masyarakat bahwa anak perempuan sebaiknya menjadi anak yang lembut dan bertingkah laku yang halus.
4. Lingkungan
Anak yang dibesarkan di lingkungan yang kurang menyediakan peralatan, waktu, dan ruang bermain bagi anak, akan menimbulkan aktivitas bermain anak berkurang.
5. Status sosial ekonomi
Anak yang dibesarkan di lingkungan keluarga yang status sosial ekonominya tinggi, lebih banyak tersedia alat-alat permainan yang lengkap dibandingkan dengan anak-anak yang dibesarkan di keluarga yang status ekonominya rendah.

Pengaruh bermain bagi perkembangan anak :
Bermain mempengaruhi perkembangan fisik anak
Bermain dapat digunakan sebagai terapi
Bermain dapat mempengaruhi dan menambah pengetahuan anak
Bermain mempengaruhi perkembangan kreativitas anak
Bermain dapat mengembangkan tingkah laku sosial anak
Bermain dapat mempengaruhi nilai moral anak

Macam-macam permainan dan manfaatnya bagi perkembangan jiwa anak
A. Permainan Aktif
1. Bermain bebas dan spontan
Dalam permainan ini anak dapat melakukan segala hal yang diinginkannya, tidak ada aturan-aturan dalam permainan tersebut. Anak akan terus bermain dengan permainan tersebut selama permainan tersebut menimbulkan kesenangan dan anak akan berhenti apabila permainan tersebut sudah tidak menyenangkannya. Dalam permainan ini anak melakukan eksperimen atau menyelidiki, mencoba, dan mengenal hal-hal baru.
2. Sandiwara
Dalam permainan ini, anak memerankan suatu peranan, menirukan karakter yang dikagumi dalam kehidupan yang nyata, atau dalam mass media.
3. Bermain musik
Bermain musik dapat mendorong anak untuk mengembangkan tingkah laku sosialnya, yaitu dengan bekerja sama dengan teman-teman sebayanya dalam memproduksi musik, menyanyi, atau memainkan alat musik.
4. Mengumpulkan atau mengoleksi sesuatu
Kegiatan ini sering menimbulkan rasa bangga, karena anak mempunyai koleksi lebih banyak daripada teman-temannya. Di samping itu, mengumpulkan benda-benda dapat mempengaruhi penyesuaian pribadi dan sosial anak. Anak terdorong untuk bersikap jujur, bekerja sama, dan bersaing.
5. Permainan olah raga
Dalam permainan olah raga, anak banyak menggunakan energi fisiknya, sehingga sangat membantu perkembangan fisiknya. Di samping itu, kegiatan ini mendorong sosialisasi anak dengan belajar bergaul, bekerja sama, memainkan peran pemimpin, serta menilai diri dan kemampuannya secara realistik dan sportif.

B. Permainan Pasif
1. Membaca
Membaca merupakan kegiatan yang sehat. Membaca akan memperluas wawasan dan pengetahuan anak, sehingga anakpun akan berkembang kreativitas dan kecerdasannya.
2. Mendengarkan radio
Mendengarkan radio dapat mempengaruhi anak baik secara positif maupun negatif. Pengaruh positifnya adalah anak akan bertambah pengetahuannya, sedangkan pengaruh negatifnya yaitu apabila anak meniru hal-hal yang disiarkan di radio seperti kekerasan, kriminalitas, atau hal-hal negatif lainnya.
3. Menonton televisi
Pengaruh televisi sama seperti mendengarkan radio, baik pengaruh positif maupun negatifnya.

MySpace Layouts

MySpace Layouts

Anak anda Clumsy??

awalnya, saya kira anak Clumsy itu anak yang careless, jorok, gak bisa rapih sejak kecil, dsb. kalo gak bisa rapih kan memang sudah dari sononya? namanya juga anak-anak.
tapi ternyata clumsy adalah salah satu motoric disorder pada anak-anak. gak ada salahnya kita simak gejalanya. agar kalau kita menemui hal semacam ini, kita bisa memberi perlakuan yang tepat dan adil...........

Mengenal Anak Clumsy
Clumsy merupakan gangguan motorik khas. "Gejala"nya mudah dikenali karena berkaitan dengan perkembangan motorik halus. Untuk itu, orang tua harus tahu perkembangan normalnya. Tapi, bisakah clumsy disembuhkan? Sering kita lihat seorang anak begitu keras menekankan pensil saat menulis, sehingga pensilnya patah atau kertasnya malah sobek. Atau seorang anak yang tak mampu menangkap bola dengan baik, sering menjatuhkan benda yang dipegangnya, dan sebagainya. Biasanya orang tua akan memarahi si anak, karena dianggapnya ia sembrono, tak hati-hati. Padahal, terang psikiater anak, Dr. Dwidjo Saputro, SpKJ., si anak sebenarnya mengalami gangguan motorik khas atau disebut clumsy. "Jadi, koordinasi motorik, khususnya motorik halus, tak berkembang dengan baik. Hal ini berkaitan dengan kematangan fungsi otak," jelas pendiri dan pimpinan Klinik Perkembangan Anak dan Kesulitan Belajar Jakarta ini.


Perkembangan Motorik
Kemampuan motorik halus, tutur Dwidjo, diharapkan sudah muncul pada usia sekitar 3 tahun. Sejak bayi, orang tua bisa memantau perkembangan motorik halus tersebut. Misalnya, telapak tangan si kecil terbuka saat umur 3 bulan. Sebulan kemudian ia sudah bisa menyatukan kedua tangannya, lalu di usia 5 bulan bisa memindahkan benda antara kedua tangan dan melemparkan benda pada umur 9 bulan. Selanjutnya di usia 11 bulan sudah menjumput dengan dua jari (pincer grasp) dan genap setahun sudah bisa menggunakan sendok. Kemudian di usia 2 tahun bisa membuka baju sendiri, usia 3 tahun membuka kancing baju, usia 5 tahun memasang tali sepatu, dan sebagainya.
"Itu semua merupakan fungsi-fungsi kehidupan sosial sehari-hari yang diharapkan lingkungan dari seorang anak." Adapun kemunculan kemampuan ini melalui perkembangan sensoris dan motorik. "Perkembangan ini berlangsung pesat sejak bayi sampai usia 3,5 tahun, yang disebut fase sensorimotor. Fase ini merupakan dasar perkembangan kemampuan kognitif atau berpikir anak." Nah, melalui perkembangan sensoris dan motorik yang pesat ini, anak akan mengolah semua rangsang yang ia terima. Misalnya, meraba, menarik, menggenggam, mendorong, melangkah, dan sebagainya. "Dari situlah kemampuan motorik anak mulai timbul." Jadi, melalui pengolahan sensoris motorik ini anak mulai berpikir. Misalnya, mengenal konsep jarak. Anak memahaminya melalui gerakan, yaitu dengan melangkah, "Oh, ini jauh, ini dekat."
Contoh lain, melalui gerakan meraba, anak belajar tentang halus-kasar, licin-kesat, dan sebagainya. "Dengan demikian pemahamannya bukan murni pikiran tapi juga melalui pengalaman bergerak. Anak berpikir secara motorik." Semua itu, lanjut Dwidjo, merupakan informasi yang sangat kaya untuk pengembangan kognitif anak. Sehingga, bila perkembangan motoriknya terhambat, otomatis akan juga menghambat perkembangan kognitif dan perkembangan lainnya seperti sosialisasi, kemampuan untuk menyesuaikan dan melakukan tugas sehari-hari. Bahkan, pada akhirnya juga menghambat perkembangan akademik si anak.
Hal inilah yang tak banyak dipahami oleh orang tua maupun kalangan pendidik, ujar Dwidjo, "Mereka kurang memberi perhatian." Yang justru lebih banyak diperhatikan adalah bentuk gangguan sensoris motorik dalam bentuk kecacatan atau ketidakmampuan yang berat seperti cerebral palsy. "Umumnya orang lebih tertarik mengamati akibatnya, oh, anaknya enggak bisa menulis, enggak mau sekolah. Jadi hanya dilihat dari hasil akademiknya tanpa menyadari apa yang dihadapi oleh anak."

Latihan Untuk Si Clumsy
Jika anak Anda usia 4 tahun, cobalah minta ia mempertemukan ibu jari dengan jari kelingkingnya. Bila ia tak dapat melakukannya, sebaiknya Anda berhati-hati. Atau bila di usia tersebut ia belum bisa memasang tali sepatu atau memegang sendok. Karena, hal ini berarti koordinasinya tidak bagus. "Bisa jadi ia mengalami clumsy," ujar Dwidjo. Langkah terbaik segera berkonsultasi ke dokter ahli syaraf/neurologi anak. Untuk mengenali apakah si kecil termasuk clumsy, orang tua harus tahu tentang perkembangan normal motorik halus. Memang setiap anak berbeda dalam berbagai aspek perkembangannya. Selain dipengaruhi faktor potensi dan kapasitas inteleknya, juga dipengaruhi pola perkembangan perorangan dan keturunan. Yang penting, jangan menganggap enteng setiap kelambatan perkembangan yang dicapainya.
Banyak hal yang bisa dilakukan untuk melatih motorik halus. Misalnya, latihan menjumput, meronce, atau membuat bentuk dari lilin. Dwidjo juga menyarankan orang tua untuk tak menghambat anak yang suka mencorat-coret dinding. "Dengan mencoret-coret, anak melatih kemampuan motorik halusnya. Ini akan menghindari tingkatan clumsy," ujarnya. Bila ada anak yang tak suka menulis di buku, "Mungkin saja ia memang clumsy." Sediakan kertas yang lebar atau tempelkan lembaran kertas di tembok. Bila perlu, buatlah kotak-kotak besar pada kertas yang ditempel di tembok. Setelah itu, ajari anak untuk menulis di dalam kotak. Besoknya, kotaknya diperkecil dan anak diminta mencoret di kotak terkecil. "Tanpa disadari, anak akan mulai mengatur gerakan motorik, sehingga perkembangan motoriknya akan mulai lebih bagus."
Latihan lainnya ialah dengan meminta anak mengepalkan dan membuka telapak tangannya secara bergantian dalam waktu bersamaan. Misalnya, tangan kanan mengepal bersamaan dengan tangan kiri membuka, lalu tangan kiri mengepal bersamaan dengan tangan kanan membuka, dan seterusnya.

Sumber :
www.tabloid-nakita.com

MySpace Layouts

MySpace Layouts